Fosil Tulang Manusia Purba (Humerus) Terkecil Ditemukan

Evolusi ukuran tubuh yang sangat kecil pada Homo floresiensis terjadi 700.000 tahun yang lalu di Pulau Flores, Indonesia

Sebuah fragmen tulang humerus dewasa (bagian bawah tulang lengan atas) yang terkecil yang pernah ditemukan dalam catatan fosil yang ada (Gambar 1), telah ditemukan pada lapisan berumur 700.000 tahun dan tertanggal dengan pasti dari lokasi penggalian Mata Menge di Cekungan So’a di Pulau Flores, Indonesia (Gambar 2).

Berdasarkan tulang humerus dapat diperkirakan tinggi tubuh manusia purba (hominin) antara 103 dan 108 cm. Tulang Humerus tersebut ~6 cm lebih pendek (jika dihitung dari panjang humerus) dibandingkan perkiraan tinggi tubuh Homo floresiensis, hominin kecil yang hidup sekitar 60.000 tahun yang lalu, dan ditemukan di Liang Bua, sebuah situs gua yang terletak sekitar 75 km ke sebelah timur Mata Menge.

Penelitian ini menambah bukti lebih lanjut tentang kemiripan Homo floresiensis dengan Homo erectus yang ditemukan di Pulau Jawa, Indonesia. Yang penting, kesamaan ini mendukung hipotesis bahwa nenek moyang Homo floresiensis adalah Homo erectus Jawa berbadan besar. Berdasarkan peralatan batu yang juga ditemukan di Cekungan So’a, manusia purba hidup terisolasi di Pulau Flores sekitar 1 juta tahun yang lalu, dan mengalami pengurangan ukuran tubuh secara dramatis selama 300.000 tahun.

Homo floresiensis, manusia purba dengan perkiraan tinggi hanya 106 cm (Ref. 1), ditemukan pada lapisan sedimen di Liang Bua, sebuah gua di Pulau Flores, menunjukkan umur sekitar 60,000 tahun yang lalu, serta menjadi berita utama internasional pada tahun 2004 (Referensi 2). Sejak itu, perhatian terfokus pada bagaimana Homo floresiensis berevolusi dengan tubuh sekecil itu. Sepuluh tahun kemudian, di situs penggalian Mata Menge di Cekungan So’a Flores (Gambar 3) telah ditemukan gigi manusia purba, baik muda maupun tua, dan fosil rahang yang tidak hanya lebih kecil dari holotipe Homo floresiensis, tetapi juga jauh lebih tua – 650,000 tahun mendahului manusia purba Liang Bua (Ref. 3).

Penemuan fosil tulang manusia purba dari situs penggalian Mata Menge telah lama ditunggu-tunggu karena banyaknya bukti yang diberikan mengenai nenek moyang Homo floresiensis. Ringkasan penemuan ini adalah sebagai berikut:

  • Mikroskop digital pada struktur mikro menunjukkan bahwa humerus kecil (SOA-MM9) berasal dari individu dewasa, dan merupakan fosil manusia (hominin) terkecil yang diketahui dalam hal ketebalan dan panjang yang direkonstruksi.
  • Fosil manusia Mata Menge, berjumlah 10, berasal dari setidaknya empat individu (termasuk dua anak). Semuanya sangat mirip dengan Homo floresiensis Liang Bua dan dapat dianggap sebagai jenis Homo floresiensis yang lebih tua dengan spesialisasi gigi yang lebih sedikit.
  • Setiap gigi, mandibula, dan humerus milik setidaknya dua individu yang dapat dibandingkan, berukuran lebih kecil dibandingkan gigi Liang Bua (Gambar 4). Artinya, Homo floresiensis 700.000 tahun lalu setidaknya sama kecilnya, atau bahkan sedikit lebih kecil dibandingkan, Homo floresiensis dari Liang Bua yang berumur 60.000 tahun lalu.
  • Dengan menggunakan perkiraan panjang humerus yang direkonstruksi (211-220 mm) dan mengacu pada model yang berasal dari manusia modern bertubuh pendek, diperkirakan total tinggi tubuh 103-108 cm untuk hominin Mata Menge, dan 121 cm untuk hominin Liang Bua (LB1). Hal ini sedikit berbeda dengan perhitungan yang digunakan untuk holotipe Liang Bua (LB1), yang didasarkan pada panjang tulang paha dan diperkirakan tingginya 106 cm (Ref. 1).
  • Selain berukuran kecil, fosil Mata Menge berupa gigi dan rahang bawah, memiliki kemiripan yang tinggi dengan fosil Homo erectus yang digali dari Pulau Jawa, Indonesia, dan berukuran sebesar manusia modern. Kesamaan ini tidak mendukung hipotesis alternatif bahwa Homo floresiensis berevolusi dari Australopithecus yang lebih kecil dan lebih primitif atau manusia awal (Homo habilis sensu lato) – keduanya belum pernah ditemukan di Indonesia, atau wilayah yang lebih luas.
  • Catatan arkeologi menunjukkan bahwa Flores juga dihuni oleh buaya dan komodo (yang bisa tumbuh hingga panjang 3 meter), dan bukti ini menunjukkan bahwa reptil besar ini pun bukanlah ancaman signifikan terhadap keberadaan populasi manusia purba dalam jangka panjang di Pulau Flores. Oleh karena itu, pengurangan dramatis awal dan stabilitas ukuran tubuh menunjukkan bahwa memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dan hidup di pulau terisolasi seperti Pulau Flores, bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia purba tersebut.
  • Homo floresiensis menghilang dari catatan fosil sekitar 50.000 tahun yang lalu, yaitu saat manusia modern (Homo sapiens) pertama kali muncul dalam catatan tersebut.

Kegiatan survei dan eskavasi di Cekungan So’a, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan kegiatan kerjasama antara Badan Geologi dengan Universitas Wollongong Australia. Kegiatan lapangan dipimpin bersama oleh Gerrit van den Bergh dari Universitas Wollongong Australia, dan Ruly Setiawan dan Iwan Kurniawan dari Pusat Survei Geologi, Badan Geologi. Kegiatan juga melibatkan pada ahli dari Museum Geologi, Pusat Riset Arkeologi Sejarah dan Prasejarah, dan tim peneliti internasional seperti Profesor Yousuke Kaifu dari Departemen Antropologi, Museum Nasional Alam dan Sains, Tokyo, Jepang, serta para ahli dari Jepang dan  Amerika Serikat yang membantu menganalisis materi fosil manusia purba.

Hasil kegiatan telah dipublikasikan pada Jurnal Nature Communications dengan judul “Early evolution of extremely small body size in Homo floresiensis”, yang diterbitkan pada tanggal 6 Agustus 2024.

Gambar 1. Fragmen tulang humerus yang ditemukan di Situs Mata Menge pada tahun 2013. (Foto: Yousuke Kaifu)

Gambar 2. Penggalian di Situs Mata Menge pada tahun 2013 ketika fragmen tulang humerus ditemukan. Pada bagian sudut kanan bawah terlihat gading Stegodon. (Photos: Gerrit van den Bergh)

Gambar 3. Foto kegiatan penggalian di Situs Mata Menge pada tahun 2014. (Foto: Ruly Setiawan)

Gambar 4. Fragmen tulang humerus Mata Menge (kiri) ditunjukkan pada skala yang sama dengan tulang humerus Homo floresiensis dari Liang Bua (Image: Yousuke Kaifu).

Daftar Pustaka

Ref. 1) Brown, P. et al. A new small-bodied hominin from the Late Pleistocene of Flores,516 Indonesia. Nature 431, 1055-1061 (2004).

Ref. 2) Morwood, M. J. et al. Archaeology and age of a new hominin from Flores in eastern Indonesia. Nature 431, 1087–-1091 (2004).

Ref. 3) van den Bergh, G. D., Kaifu, Y. et al. Homo floresiensis-like fossils from the early Middle Pleistocene of Flores. Nature 534, 245-248 (2016).


Posted

in

by