Mineral berharga dalam Limbah Pertambangan: Kilasan dari Potensi UTJ pada Pencucian Bauksit di Pulau Selayar, Kepulauan Riau

Stokpile di Pulau Selayar terbukti merupakan bauksi dengan kandungan total UTJ 147 ppm. Material sisa pencucian bauksit sangat didominasi oleh Cerium (Ce) dengan jumlah UTJ 58 ppm. Bahan tersebut lebih mudah dimurnikan karena sudah berkategori produk samping, berada di permukaan, lunak, dan terkonsetrasi Ce. Temuan menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk lebih bijak terhadap limbah pertambangan. Material-material ekonimis kerap dijumpai pada bahan sisa tersebut.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 tahun 2021 menjelaskan bahwa Pusat Survei Geologi (PSG) bertugas untuk melakukan penyelidikan, pelayanan, dan survei di bidang pemetaan, geosains, serta sumber daya minyak dan gas bumi. Di samping itu, Kepala PSG mendorong agar memperhatikan sisi pengembangan konsep geosains ketika menjalankan tugas utama tadi. 

Bauksit merupakan bijih utama untuk produksi aluminium. Bauksit adalah hasil pelapukan intensif batuan induk kaya alumina. Dukungan kondisi iklim tropis membuat Indonesia menjadi salah satu sumber bauksit dunia. Hingga saat ini Indonesia masuk dalam lima besar produsen bauksit global bersama Australia, Cina, Guinea, dan Brasil. Ketika pelaksanaan kegiatan di wilayah Kabupaten Lingga, PSG mendapati lokasi pencucian bauksit berikut gundukan stockpile tak terurus di sana.  Berawal dari ketertarikan mengenai kualitas bauksit dan kondisi limbahnya, PSG menemukan potensi Ce pada limbah ini.

Batuan yang berbentuk seperti kumpulan anggur atau secara teknis dikenal sebagai pisolit/nodular merupakan penanda pembentukan bauksit. Kondisi tersebut dilaporkan terdapat di banyak wilayah penghasil bauksit global, seperti Jamaika, Australia, dan Brazil.  Karakter seperti ini terdapat pada profil pelapukan yang berada tidak jauh dari lokasi pencucian di Selayar.  Sampel dianalisis di Laboratorium PSG menggunakan perangkat XRF, ICP-MS, dan XRD. Laboraotorium tersebut telah terakreditasi dan didukung oleh para ahli maupun metode terstandarisasi. 

Hasil analisis XRD menunjukkan mineral lempung terutama terdiri Gibsit (Al(OH)3). Sejumlah minor kaolinit (Al2Si2O5(OH)4) dan goetit (FeO(OH)) memperkuat proses pengayaan alumina dan besi. Bahan dari stockpile mengandung Al2O3 38%, Fe2O3T 24%, dan SiO2 14%. Sampel pisolit berkadar Al2O3 10%, Fe2O3T 7%, dan SiO2 76%. Diagram Aleva membuktikan bahwa stockpile sudah berkategori bauksit. Namun demikian bahan tersebut belum memenuhi standar pasar bauksit (alumina >45%), sehingga perlu diproses lebih lanjut. Agar stockpile tersebut memenuhi standar pasar maka alumina perlu dimurnikan dan kandungan pengotor lain terutama silika perlu dibuang.

Jumlah UTJ pada sampel dari stockpile tergolong menengah, yaitu 148 ppm. UTJ tersebut didominasi oleh Cerium (Ce), Lantanum (La), dan Niodinium (Nd) dengan porsi masing-masing 43%, 18%, dan 12%, secara berurutan. Limbah hasil pencucian terbukti masih mengandung UTJ sejumlah total 58 ppm. UTJ pada sampel limbah tersebut sangat didominasi oleh Ce (80%). Berkategori sebagai produk samping, bersifat lunak, dan dengan bidang kontak yang luas membuat material ini sangat berpotensi untuk dimurnikan lebih lanjut sebagai sumber Ce. Detil mengenai hasil penelitian ini dapat diunduh pada link berikut (https://bit.ly/UTJLimbahCuciBauksitSelayar-Kepri)

Emas, perak, tembaga, nikel, timah berkadar menengah banyak dilaporkan pada residu pengolahan logam-logam terkait. Bahkan penambang timah di Bangka telah lama berpindah dari pencarian timah primer menuju pengolahan kembali tailing timah (baca https://bit.ly/SejarahMasaKiniProspeksiTimahIndonesia). Limbah bauksit jenis red mud di Cina, India, Brazil, Jamaika, dan beberapa negara lain terbukti mengandung UTJ berkonsentrasi menengah hingga tinggi. Hingga berita ini dinaikkan belum satupun pengolahan bauksit nasional dengan tailing berkarakter red mud.  Temuan di Pulau Selayar ini menjadi pengingat bagi stake- holder penambangan di Indonesia mengenai kemungkinan adanya material berharga pada limbah pertambangan. Setelah material berharga pada limbah teridentifikasi, maka langkah selanjunya adalah pemilihan metode pemurniannya. Kebijaksanaan dalam penanganan limbah dapat menjadi salah satu sumber devisa negara.

Penulis            : Ronaldo Irzon

Penyunting      : Tim Scientific Board PSG


Posted

in

by

Tags: