Menghitung Volume Penyimpanan Karbon dengan Data Gayaberat, Bisakah?

Perubahan iklim yang saat ini terjadi tidak hanya menjadi sebuah isu, namun telah berkembang menjadi suatu ancaman. Fenomena perubahan iklim ini disebabkan oleh pemanasan global sebagai konsekuensi meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca, terutama CO2, di atmosfer. Peningkatan jumlah gas CO2 di atmosfer dapat disebabkan oleh penggunaan energi dari bahan bakar fosil, deforestasi, dan limbah pertanian. Seratus sembilan puluh lima negara, termasuk Indonesia, membuat kesepakatan dalam Perjanjian Paris (Paris Climate Agreement) pada tahun 2015 sebagai upaya mitigasi dan adaptasi dari dampak perubahan iklim global di masa mendatang. Komitmen ini dituangkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang kemudian direvisi menjadi Enhanced NDC (ENDC)Perjanjian tersebut adalah kesepakatan internasional dengan tujuan global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mencegah kenaikan suhu rata-rata lebih dari 2oC dibandingkan dengan tingkat sebelum Era Industri, serta melakukan upaya yang lebih ambisius untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata agar dibawah 1.5oC. 

Dalam dokumen ENDC, target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia dengan kemampuan sendiri ditingkatkan dari 29% menjadi 31.89% dan target dengan dukungan internasional ditingkatkan dari 41% menjadi 43.2%. Hal ini memiliki konsekuensi bagi Indonesia yaitu kenaikan target penurunan emisi karbon pada sektor energi dari 314 juta ton CO2e menjadi 358 juta ton CO2e pada tahun 2030. Selain itu, Indonesia juga memiliki target mencapat Net Zero Emission (NZE) setidaknya pada tahun 2060. Dalam mencapai target NZE, pemerintah Indonesia menerapkan lima prinsip utama yaitu peningkatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS). Terkait hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah memberikan arahan kebijakan nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon dengan pelaksana teknis Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). 

Pusat Survei Geologi sebagai unit kerja di bawah Badan Geologi, Kementerian ESDM, telah melakukan eksplorasi CO2 Storage Resources di Pulau Jawa pada tahun 2023 dan Pulau Sumatera pada tahun 2024 sebagai implementasi dari pencapaian target NZE.  Selain melakukan survei geologi lapangan, metode gayaberat juga diaplikasikan untuk memperkirakan volume formasi geologi (bulk volume) bawah permukaan sebagai reservoir penyimpanan karbon untuk penyelidikan potensi CO2 Storage Resources. Metode gayaberat adalah salah satu metode dalam geofisika yang didasarkan pada pengukuran nilai medan percepatan gravitasi bumi yang diakibatkan oleh adanya variasi rapat massa (densitas) batuan di bawah permukaan bumi. Data gayaberat Pulau Sumatera yang digunakan adalah data yang dimiliki oleh Pusat Survei Geologi dan telah dipublikasikan dalam bentuk 41 lembar Peta Anomali Bouguer Skala 1:250.000. 

Pemodelan geologi bawah permukaan secara tiga dimensi dari data gayaberat dilakukan melalui pendekatan pemodelan inversi untuk memberikan gambaran sebaran rapat massa batuan secara lateral dan vertikal.  Data survei gayaberat Pulau Sumatera disajikan dalam bentuk peta Anomali Bouguer Lengkap sebagai superposisi (penjumlahan) dari sebaran anomali Bouguer dangkal (lokal/residual) hingga dalam (regional) di bawah permukaan bumi. Namun untuk kebutuhan ekplorasi seperti eksplorasi migas atau dalam hal ini penyelidikan Carbon Storage dapat diwakili dengan menggunakan data Anomali Bouger Residual. 

Anomali rendah yang ditunjukkan pada Peta Anomali Bouguer Residual berasosiasi dengan tebalnya batuan sedimen di bawah permukaan dibandingkan dengan nilai sekelilingnya. Dalam hal penyelidikan CO2 storage yang dilakukan oleh Pusat Survei Geologi, kajian dibatasi pada cekungan sedimen yang berada pada zona forearc basin di Pulau Sumatera yang masuk kepada kategori cekungan dengan sumur penemuan hidrokarbon dan cekungan yang belum dieksplorasi dengan ketersediaan data terbatas (KESDM, 2022). Pemodelan geologi bawah permukaan dalam penyelidikan CO2 storage pada zona forearc basin dibagi menjadi sembilan area.

Dalam tulisan ini disajikan salah satu hasil dari pemodelan bawah permukaan tiga dimensi pada area E yang masuk kedalam zona Cekungan Ombilin. Anomali rendah yang merupakan sub cekungan pada area ini relatif berarah baratlaut – tenggara yang dibatasi oleh tinggian anomali gayaberat. Batuan dasar (basement) Pulau Sumatera diperkirakan berasal dari kerak benua bagian dari Sunda Craton dengan nilai densitas rata-rata 2.8 gr/cc.  Interpretasi model geologi bawah permukaan berdasarkan parameter fisika densitas batuan secara berurutan dari permukaan hingga pada kedalaman yang lebih dalam diperkirakan alluvium, batuan sedimen hingga batuan beku/metamorf yang menjadi basement dari Pulau Sumatera. Pada kegiatan penyelidikan yang dilakukan oleh Pusat Survei Geologi diterapkan batasan nilai zona potensi berada pada kedalaman ≥800 meter, rentang nilai massa jenis batuan 2.2 gr/cc – 2.8 gr/cc yang merupakan area batuan sedimen (reservoir), dan berpotensi sebagai area penyimpanan CO2. Dengan menerapkan syarat batas tersebut, total bulk volume sebagai area potensi penyimpanan CO2 di Pulau Sumatra adalah 80.650,6 km3.

Penulis            : Ahmad Setiawan dan Andi Setyo Wibowo

Penyunting    : Tim Scientific Board – Pusat Survei Geologi


Posted

in

by